Translate

Selasa, 30 Desember 2014

Tahukah Anda? Kapal Induk Pertama AS Tenggelam di Laut Cilacap (Tjilatjap)


Pada 18 Oktober 1911, hari ini 102 tahun lalu, konstruksi sebuah kapal besar resmi dimulai di Mare Island Naval Shipyard, Vallejo, California. Dihadiri langsung Presiden Amerika saat itu, William H Taft. 

Tak sampai setahun, pada 14 Agustus 1912, bahtera itu diluncurkan dengan nama USS Jupiter. Jupiter bertugas melengkapi armada Korps Marinir AS pada Perang Dunia I. Mengangkut kargo, batubara, kadang pasukan. Tugasnya dinyatakan berakhir pada 24 Maret 1920. 


Lalu sejarah baru dimulai, Jupiter diubah menjadi kapal induk pertama milik Amerika Serikat di Norfolk, Virginia. Pada 11 April 1920, ia berganti nama menjadi USS Langley, sebagai penghormatan atas jasa Samuel Pierpont Langley -- astronom, fisikawan, pelopor aeronautika, dan insinyur pesawat terbang AS. 


USS Langley mendapat nomor lambung CV-1. Ditugaskan untuk kali pertamanya di bawah komando Kenneth Whiting pada 24 Maret 1920. 




Jangan bandingkan Langley dengan kapal induk AS yang ada saat ini -- yang besar, bobot lebih dari 100 ribu ton kuat, dan ditenagai nuklir. 



Langley hanya memiliki berat 11.500 ton. Misinya saat itu adalah melakukan eksperimen -- bagaimana cara terbaik agar pesawat bisa lepas landas dan mendarat di sebuah bidang terbang terbatas dan yang terus bergerak.

"Langley adalah platform dari mana penerbang Angkatan Laut AS, yang dipandu oleh Kapten Joseph M Reeves, mengembangkan teknik operasi dan teknik yang esensial menentukan kemenangan dalam Perang Dunia II," demikian diungkap Pusat Sejarah Angkatan Laut AS, US Naval Historical Center, seperti Liputan6.com kutip dari CNET, 17 Oktober 2013. 

Langley tidak dibangun dari awal, tapi konversi dari sebuah kapal yang tugasnya sama sekali tak glamor -- mengangkut batu bara dan kargo: USS Jupiter. 


Apapun, Langley adalah sebuah inovasi. "Kapal AL pertama yang didorong oleh oleh motor listrik, merupakan prototipe rekayasa untuk sistem propulsi listrik yang digunakan dalam kapal AL lebih dari dua dekade berikutnya." 


Pada awal 1937, Langley yang teknologinya sudah disalip kapal induk yang lebih besar dan cepat, beralih fungsi menjadi pengangkut pesawat amfibi. 


Tenggelam di `Tjilatjap`


USS Langley berakhir ditempat nan jauh. Di perairan selatan Jawa tepatnya di Cilacap. "Tjilatjap (Cilacap) digunakan sebagai lokasi evakuasi personel tentara Sekutu dan warga negara Belanda," demikian Liputan6.com kutip dari situs Pacific Wrecks. 


Pada tanggal 27 Februari 1942, Sekutu berencana mengirimkan pesawat yang dibutuhkan dalam rangka mempertahankan Jawa dari cengkeraman Jepang. 


Maka, USS Langley ditugaskan mengirim 32 pesawat  P-40 Warhawks, para pilot, kru, dan perlengkapan lainnya. Ia berangkat dari Fremantle, Australia, 22 Februari 1942. Butuh waktu 5 hari baginya untuk tiba di pelabuhan kecil di Cilacap. 



Dini hari itu, 27 Februari 1942, Langley bertemu dengan kapal pendampingnya -- dua kapal perusak anti-kapal selam, USS Whipple dan USS Edsall. 


Beberapa jam kemudian, saat hari sudah terang, kala waktu menunjuk pukul 11.40, Langley yang berada di 121 km selatan Cilacap jadi target serangan 9 pesawat bomber milik Jepang. Serangan pertama gagal, yang kedua meleset. 


Pada serangan ketiga, Langley tak berdaya. Lima ledakan sekaligus menghantamnya. Tak cuma itu, diperkirakan 16 kru yang ada di dalamnya tewas. 


Bagian atas Langley terbakar hebat, kemudi rusak, ruang mesin dibanjiri air laut. Ia tak lagi mampu bergerak dan terjebak. Pukul 13.32 perintah untuk meninggalkan kapal disahkan. Kapal yang mengiringinya lantas menembakkan peluru dan 2 torpedo ke arahnya -- untuk memastikan Langley tak jatuh ke tangan musuh. Ia lalu tenggelam. 



Nasib nahas Langley diikuti 2 kapal lainnya. Awak kapal USS Langley yang dipindah ke USS Pecos hilang saat kapal itu tenggelam di rute menuju Australia. Sementara, 31 dari 33 pilot yang ditugaskan ke Pursuit Squadron Ke-13 hilang bersama USS Endsall saat kapal itu karam -- ketika menjawab panggilan darurat dari Pecos. 


Pada tanggal 8 Maret 1942, Cilacap diduduki oleh Jepang. Dan hari berikutnya giliran seluruh Jawa. 

Upaya Sekutu yang gagal mempertahankan kekuasaan atas Jawa harus dibayar mahal. Dengan nyawa banyak tentara, pelaut, dan pilot. Juga karamnya sejumlah kapal -- terutama Langley yang bersejarah. (Ein) 




Minggu, 02 Maret 2014

SERANGAN JEPANG KE CILACAP 1942


Ilustrasi serangan Jepang di Selat Nusakambangan

Pada tanggal 5 Maret 1942 Jepang menyerang kapal-kapal Sekutu yang melarikan diri dari Cilacap atau Tjilatjap. Sebelum Jepang menyerbu Asia, persiapan telah dilakukan setidaknya 10 tahun sebelumnya. Banyak pedagang-pedagang Jepang yang datang ke Hindia Belanda sebagai penjual bermacam-macam barang kelontong, hasil bumi, dan berbagai pekerjaan sebagai penyamaran. Tugas yang sebenarnya adalah menyebarkan pengaruh nagaranya kepada penggiat kemerdekaan bangsa-bangsa Asia yang terjajah agar membantunya, termasuk bangsa terjajah Hindia Belanda. "Asia untuk Bangsa Asia", "Bangsa Jepang adalah Saudara Tua bagi Bangsa Asia" dan lain sebagainya adalah slogan yang sering didengungkan. Pedagang-pedagang itu adalah intel sosial-ekonomi-politik.


            Kontra intelijen Belanda IVG (Inlichtingen en Veiligheidsgroup) tidak mendapati bukti-bukti yang berbahaya dari kegiatan para pedagang tersebut. Beberapa tahun kemudian waktu tentara Jepang mendarat di Hindia Belanda barulah hasil karya mereka itu tampak: Tentara Jepang dielu-elukan seperti layaknya tentara pembebas dari penjajahan. Beberapa tahun kemudian menyerbulah intel militer yang tugasnya berbeda dengan intel sosial-ekonomi-politik.
Setahun menjelang penyerbuan Jepang intel militer di Cilacap mendapat kiriman radio pemancar dan penerima jinjing yang diselundupkan sebagai suku cadang yang terpisah-pisah. dan dikirimkan melalui cara estafet dan rahasia.
Sementara itu denah pandangan udara Selat Nusakambangan dan pelabuhan Cilacap telah diketahui oleh penerbang-penerbang AL Jepang. Para penerbang Jepang tahu bahwa kapal-kapal Sekutu yang akan melarikan diri dari Cilacap membawa pejabat sipil dan militer Belanda dan ABDACOM (America-British-Dutch-Australia Command) akan harus berlayar ke arah timur dari selat yang amat sempit. Pesawat dengan jangkauan terbang 1800 km dengan kecepatan 400 km/jam yang merupakan kekuatan utama Jepang dalam menyerang Pearl Harbor pada Desember 1941 telah disiapkan. Pesawat buatan Mitsubishi Aichi D3A1 yang oleh Sekutu dijuluki Val dapat menyerang Cilacap dalam waktu 1/2 jam sejak perintah dikeluarkan.
ABDACOM telah menberi tahu para kapten kapal agar bila kapal mendapat kerusakan harus diusahakan menepi kearah pantai Cilacap agar mudah mendapat pertolongan dan agar selat yang sempit itu tidak terganggu oleh kapal yang rusak.
Dengan demikian pengungsian berikutnya dapat terus dijalankan.

Ilustrasi kapal Sekutu yang rusak akibat serangan Jepang

Pada bulan Februari 1942, kota yang biasanya sangat sepi itu kedatangan para pejabat sipil dan militer dari ABDACOM yang merencanakan akan mengungsi. Para atasan menginap di Hotel Bellevue (sekarang Hotel Wijaya Kusuma) sedang bawahan di gedung-gedung sekolah, gereja dan bangunan besar lainnya serta tenda-tenda dilapangan. Pada tanggal 4 dan 5 Maret 1942 di pelabuhan Cilacap diberangkankan konvoi kapal-kapal pengangkut pengungsi dan bala tentara ABDACOM yang dikawal oleh kapal perang. Intel militer Jepang segera mengabarkan kepada kontak mereka melalui radio pemancar. Setengah jam kemudian 20 pesawat pembom penerjun (dive bombers) berawak dua dalam formasi tiga-tiga menyerang konvoi itu. Nelayan Cilacap yang pulang dari melaut terkejut, ketakutan dan takjub menyaksikan dan mendengar ledakan-ledakan terpedo mengenai kapal-kapal Sekutu. Nelayan Cilacap merasakan seakan berada ditengah pertempuran antara dua makhluk angkasa luar yang persenjataannya diluar jangkauan manusia pribumi Hindia Belanda (Gambar 1, cat air oleh S. Angudi). Tak lama kemudian pelabuhan Cilacap di bom oleh pembom tinggi (high altitude bombers) Mitshbishi G3M yang oleh Sekutu dinamai Nell yaitu jenis pesawat yang telah menenggelamkan HMS Prince of Wales dan HMS Repulse.


Tiga hari kemudian pemerintah Hindia Belamda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Allah S.W.T. mengatur kebangkitan dan kehancuran di antara bangsa-bangsa manusia. Tanda-tanda awal bangkrutnya penjajahan Belanda di Indonesia mulai samar-samar nampak. Para anggota gerakan nasionalis berpikir bagaimana menindak lanjuti keadaan itu. Sepuluh tahun kemudian ketika saya ke Kali Yasa untuk mengail, bangkai-bangkai kapal perang dan kapal penumpang Sekutu masih berserakan di Selat Nusakambangan
(Gambar 2, cat air oleh S. Angudi).***

Sumber : Riwayat Perang di Jawa/ Sardjono Angudi (jongki.angudi@gmail.com)